Aspek-aspek penilaian PAI



Evaluasi di dalam pendidikan Islam merupakan salah satu komponen dari system pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran.
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian dan penaksiran. Dalam bahasa Arab, dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Sedangkan secara istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama, hanya berbeda dalam redaksinya saja. Oemar Hamalik mengartikan evaluasi sebagai suatu proses penaksiran terhadap kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan peserta didik untuk tujuan pendidikan.
Sudijono menyebutkan bahwa salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif) dan pengalamannya (aspek psikomotor) sebagai berikut :
a.       Aspek kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif itu terdapat enam jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang yang dimaksud adalah :
1.)    Pengetahuan (knowledge) adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejla, rumus-rumus dan sebagainya, tanpa mengharapkan kemampuan proses berpikir yang paling rendah.
2.)    Pemahaman (comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau member uraian yang lebih rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan.
3.)    Penerapan atau aplikasi (application) adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori dan sebagainya, dalam situasi yang baru dan kongkret. Aplikasi atau penerapan ini merupakan proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman.
4.)    Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor yang lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi.
5.)    Sintesis (synthesis) adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses memadukan bagian-bagian atau unsure-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis.
6.)    Penilaian/penghargaan/evaluasi (evaluation) adalah merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut Taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi disini merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide, misalnya jika seseorang dihadapkan pada beberapa pilihan, maka ia mampu memilih satu pilihan yang terbaik, sesuai dengan patokan-patokan atau criteria yang ada.
b.      Aspek non Kognitif
1.      Ranah afektif
Menurut David R. Krathwohl, ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Cirri-ciri hasil belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku. Ranah afektif ini oleh Krathwohl dan kawan-kawan ditaksonomi menjadi lebih rinci lagi ke dalam lima jenjang yaitu:
1.)    Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan) adalah kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang dating kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang dating dari luar.
2.)    Responding (menanggapi) mengandung arti adanya partisipasi aktif. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan salah satu cara. Jenjang ini setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang receiving. Contoh hasil belajar afektif jenjang responding misalnya, peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi mengenai kedisiplinan.
3.)    Valuing (menilai atau menghargai) artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyelesaian. Valuing merupakan tingkatan afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dengan proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu bauk atau buruk.
4.)    Organization (mengatur atau mengorganisasikan) artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang lebih universal, yang merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu system organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
5.)    Characterization by value or value complex (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai) yakni keterpaduan semua system nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya.
2.      Ranah psikomotor
Menurut Sudjono, ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu. Hasil belajar ranah psikomotor dikemukakan oleh Simpson yang menyatakan bahwa hasil belajar psikomotor ini tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Hasil belajar psikomotor ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari hasil belajar kognitif (memahami sesuatu) dan hasil belajar efektif (yang baru tampak dalam kecenderungan-kecenderungan untuk berperilaku).
Hasil belajar kognitif dan hasil belajar afektif akan menjadi hasil belajar psikomotor apabila peserta didik telah menunjukkan perilaku atau perbuatan tertentu sesuai dengan makna yang terkandung dalam ranah kognitif dan ranah afektifnya.

Comments

Popular Posts