BAGAIMANA MENJADI GURU YANG DAPAT DIGUGU DAN DITIRU?




A. Tinjauan Filosofis
Pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam pendidikan formal tingkat dasar dan menengah disebut guru, sedangkan pada perguruan tinggi disebut dengan dosen. Dalam bahasa Arab, juga ditemukan beberapa istilah yang memiliki makna pendidik, yaitu ustadz, mudarris, mu’allim, dan mu’addib. Dalam analisis ini yang disoroti dari guru adalah keteladan.
keteladanan adalah menjadi barang yang langka sekarang ini. Buktinya fenomena dunia pendidikan kini. Tak sedikit siswa yang tak berperilaku etis atau beradab pada gurunya. Etika pencari ilmu terhadap guru tergerus. Mungkin dinamika modernisasi memberikan dampak negatip tanpa terasa. Dimana relasi murid-guru menjadi bersifat formal. Tak lagi relasi pola asuh seperti orangtua terhadap anaknya dan sebaliknya. Maka kecerdasan yang terbangun pun hanya kecerdasan otak (IQ). Kecerdasan emosi (EQ) dan spiritual (SQ) terabaikan.
Namun tak fair jika melemparkan kesalahan bahwa anak didik tak ber-etika. Karena pengajar pun tak sedikit yang belum memberikan keteladanan pada siswanya. Padahal kesuksesan dunia pendidikan ditentukan banyak fihak. Salahsatunya pengajar (guru), siswa, relasi guru-siswa, kultur pendidikan dilingkungannya, orangtua mereka.
Dengan demikian tampilnya sosok guru—figur pengajar yang layak digugu dan ditiru-- sangat urgen sekarang ini. Guru yang bukan hadir secara formal di sekolah atau lembaga pendidikan. Tetapi di dalam kehidupan di rumah pun, orangtuanya harus tampil menjadi guru—orangtua yang pantas digugu dan ditiru. Begitupun dalam pergaulan atau teman permainan anak-anak memerlukan sosok orang dewasa yang berkarakter guru—layak pula digugu dan ditiru.
ungkapan “guru” sebagai “digugu dan ditiru” mencerminkan pemahaman masyarakat pada kurun budaya tertentu ketika “guru” memang sungguh-sungguh menjadi panutan, contoh, dan teladan. Gambaran guru semacam ini tidak seluruhnya benar, demikian juga sebaliknya. Kenyataan bahwa “guru juga manusia” yang bisa salah membuat kita menerima pemahaman yang lebih realistis, bahwa “guru” bisa saja salah, dan karena itu tidak harus mengikuti atau mentaatinya secara buta. Dalam arti, kita juga setuju bahwa akal sehat dan rasionalitas serta kebebasanlah yang memampukan seseorang memilah-milah dan memutuskan manakah ajaran dan perbuatan gurunya yang tetap dijaga dan harus diteladani, dan ajaran atau perilaku apa saja yang harus ditolak.[1]

B. Tinjauan Religius

pendidik bukan hanya seseorang yang bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada murid saja tetapi juga membentuk kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi.[2]
Dalam dunia pendidikan, seorang guru adalah  sosok manusia yang menjadi penerus perjuangan para nabi dan para utusan Allah untuk memakmurkan bumi ini. Sebagaimana manusia diciptakan Allah untuk mengemban amanat-Nya.[3]
C. Tinjauan Psikologis
Dalam kehidupan sehari-hari terutama di sekolah, guru banyak menemukan masalah psikologi yang dihadapi peserta didik, apakah yang berkaitan dengan minat, kemampuan, motivasi maupun kebutuhannya. Semua ini memerlukan bimbingan guru yang berkepribadian. Disinilah letak kompetensi kepribadian guru pembimbing dan suri tauladan. Guru adalah sebagai panutan yang harus “digugu dan ditiru” dan sebagai contoh pula dalam kehidupan dan pribadi peserta didiknya. Dalam arti, guru dituntut melalui sikap dan perbuatan menjadikan dirinya pola panutan dan ikutan orang-orang yang dipimpinnya.
D.    Tinjauan Sosial
Guru harus digugu dan ditiru menyiratkan pandangan dan harapan tertentu dari masyarakat terhadap guru. Dalam kedudukan seperti itu, sebenarnya guru tidak lagi dipandang hanya sebagai pengajar di kelas, namun darinya diharapkan pula tampil sebagai pendidik. Sebagai pendidik – bukan saja terhadap anak didiknya di kelas - namun juga sebagai pendidik di masyarakat yang seyogianya memberikan teladan yang baik kepada seluruh masyarakat.
         Guru yang kita kenali mempunyai kedudukan yang khusus dalam masyarakat. Perilaku dan penampilannya akan membekas dan banyak mewarnai kehidupan sekarang maupun masa yang akan datang. Guru banyak disanjung dan dipuji, tetapi ada kalanya juga dicemooh dan dicerca. Guru dapat tampil dalam berbagai wajah, dan diamati dalam berbagai wajah pula. Posisi guru yang khas di hadapan masyarakat dengan beragam perhatian yang diberikan kepada guru tersebut, menuntut suatu kompetensi yang lebih dibanding dengan profesi lain yang ada di masyarakat.
E.     Tinjauan Ekonomis
Pada hakekatnya kewajiban seorang guru adalah mengajar dengan sungguh-sungguh, dan hak sebagai seorang guru ialah mendapatkan kesejahteraan yang cukup. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan sangat ditentukan oleh sejauh mana kesiapan guru dalam mempersiapkan peserta didiknya melalui kegiatan belajar-mengajar. Namun demikian, posisi strategis guru untuk meningkatkan mutu hasil pendidikan sangat dipengaruhi oleh kemampuan profesional mengajar dan tingkat kesejahteraannya. Misal gaji yang diberikan dapat mencukupi kebutuhan keluarga, baik kebutuhan sandang, pangan, kesehatan, dan pendidikan.
F.      Tinjauan karier / Jabatan
Guru dinilai sebagai seseorang yang dapat dipercaya, berdedikasi dan berjasa bagi kemajuan masyarakat. Oleh karena itu, guru layak ditiru dan dijadikan panutan. Sebagai guru harusnya memperhatikan perilaku yang bisa dipercaya dan diteladani sebagai profesionalitas yang berkualitas, guru bukan hanya mampu mentransfer ilmu pengetahuan dan menerapkan sistem tertentu dengan berbagai seluk-beluknya tetapi memiliki kualifikasi yang dipersyaratkan dan secara terus-menerus berupaya meningkatkan pengetahuan dan kemampuannya dalam membelajarkan peserta didiknya. Tanggung jawab dalam pengembangan profesi pada dasarnya ialah tuntutan dan panggilan untuk selalu mencintai, menghargai, menjaga dan meningkatkan tugas dan tanggung jawab profesinya.[4]
tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme sangat bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuhnya.[5]karena itu guru harus melakukan kualifikasi guru yang  mengacu pada Undang-Undang tentang guru dan dosen, Departemen Pendidikan Nasional menetapkan kebijakan di bidang sertifikasi tenaga pendidik dimana salah satu persyaratan untuk mengikutinya adalah memiliki kualifikasi tenaga pendididik dimana salah satu persyaratan untuk mengikutinya adalah memiliki kualifikasi akademik Strata-1 (S-1) atau Diploma IV (D-IV).


[1] http://jeremiasjena.wordpress.com/category/filsafat/page/2/ diambil  hari jum’at, 30/11/2012/ jam 22.30
[2] R.A. Mayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, 1998, Jakarta, hal.36.
[3] Syahminan Zaini, Kumpulan khutbab jum’at , Al-Ihlas, Surabaya, hal. 36
[4] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Sinar baru Algesindo, 2009, Bandung, Hal. 16
[5] Ibid, Nana Sudjana,  Hal. 13

Comments

Popular Posts